Review: More Than Him

More Than Him

My rating: 5 of 5 stars

Baru sadar bahwa dari seri ini, buku kedua dan ketiga adalah sekuel, jadi aku review langsung dibuku kedua aja yaa..

Mau curhat dikit deh(yang gak mau baca skip paragraf ini). Belakangan ini banyak buku yang udah aku baca hampir setengah buku dan berhenti bacanya trus statusnya di GR aku ubah jadi 'pending'. Padahal buku-buku itu hitungannya udah rekomended banget, maksudnya: waktu aku baca reviewnya aja aku jadi pingin baca bukunya. Tapi sayang, name it: rock chick, Kulti, my life next door, trilogi gabriel inferno, semuanya punya rating buku di atas 4, dan temen2 GR lain juga banyak yang kasih bintang 5. So i think, why can't i feel good when read it? Bukan berarti aku merasa bahwa cerita-cerita di buku itu nggak bagus ya. Cuma belakangan karena terlalu banyak kesibukan dan hal yang bikin kepala ruwet, dan pilihan buku di santero dunia ini ada banyak banget, ditambah kesadaran kayaknya buku2 ini nggak akan pernah habis aku baca, jadi setiap baca buku aku harus tahu bahwa buku2 itu bakal bikin aku betah bacanya. Dan buku2 tadi, meskipun aku yakin sebenarnya bagus, tapi entah kenapa aku lambat banget bacanya dan itu berarti buku itu nyaris agak atau bisa dibilang punya kemampuan untuk bikin bosen. Jadi, beberapa akhirnya akus top dan setiap ganti ke buku lain trus nggak nemu2 lagi emosinya, aku ganti buku lain, gitu aja terus.


Sampai akhirnya, aku berhenti di serial ini.

Buku pertama dari serial ini, sebenarnya udah lama aku bacanya, dan setelah buku pertama aku nggak lanjutin. Waktu itu sih mikirinya aku lagi niat banget baca semua serial nomor 1-nya doang hehe. Soalnya biasanya yang nomor berikutnya kan ratingnya lebih tinggi gitu ya, jadi aku mikirnya paling gak sebelum baca buku selanjutnya aku harus baca perkenalannya di buku2 pertama setiap serial. Eh, malah jadinya nggak ada kelar.

Nah, balik ke buku ini.
Kemarin karena bingung mau baca buku apa, aku kepikiran buat lanjutin serial ini karena serial ini adalah yang buku pertamanya selesai baca dalam waktu yang untukku terhitung cepat. Kayaknya aku juga inget buku pertamanya emosinya lumayan kaya, it's like i can feeling so much just reading that book. And maybe i need that kind of feel when reading.

So, aku ambil buku keduanya tanpa baca ini buku tentang siapa.

Dan well, ini tentang Logan, yang waktu aku baca buku pertamanya aku pikir aku nggak terlalu tertarik baca kisah romansanya dia. AKu lebih tertarik sama kisahnya Cam sama Daylan.

Tapi karena aku lupa ini bukunya siapa, jadi aku baca. Dan siapa sangka, aku nggak bisa berhenti membaca.

Selain aku nggak bisa berhenti baca buku ini, hampir sepanjang buku , dari More Than Her sampai More Than Him, hampir setiap halaman aku nangis. Bukan nangis yang sesenggukan dan tersedu2, ada sih yang kayak gitu tapi yang setiap halaman bukan nangis yang kayak gitu. Aku nggak ngerti ya, itu bener2 nyaris nggak sadar trus udah netes aja air mata. Sampai mata bengkak juga nggak nyadar kalau aku nangis hampir setiap buku.

It's what so good about this book.
Sejujurnya kalau disuruh jabarin 'apa sih yang bagus dari buku ini?', aku bakalan bingung. Aku nggak tau apa yang bikin aku netesin air mata, tapi yang pasti semua karena aku begitu terbawa oleh cara penulis menuturkan ceritanya. Mau dari sudut pandang Logan atau Amanda, nyaris setiap kalimat yang dituliskan, atau setiap dialog yang disampaikan selslu penuh emosi. Saking bagusnya menurutku pengemasan dialog dan kalimat di buku ini sampe aku berusaha tahan2 juga tu air mata tetep netes.

So, maybe i need this kind of book. Buku yang begitu kaya emosi, begitu kaya chemistry, dan bukan hal yang menye2 yang disampaikan. It's hurt, but a good hurt. Aku nangis, tapi bukan nangis sedih, cuma nangis karena begitu tenggelam dalam cerita sehingga cerita ini mampu meluapkan semua perasaan yang dirasakan oleh pembaca.

Ya, mungkin buku ini bukan buku favorit. Secara garis besar cerita mungkin bukan. Tapi secara pengemasan emosi menurutku ini bagus banget. Kalau butuh buku2 yang bisa bikin nangis2 tapi bukan nangis tragis atau sedih atau sad ending, aku pikir buku ini worth untuk dibaca. Selain itu, aku juga sempet gemes sama buku yang More Than Her, agak kaget waktu sampai halaman terakhir dan ternyata masih belum tamat. Untungnya itu masih ada lanjutannya. Baca bukunya ini lumayan cepet sih, apa emang tipis ya? Entahlah...

I actually looking forward for this kind of book. Happy ending yang tetep bisa bikin air mata berjatuhan tanpa disadari sepanjang buku. That's a good tears i think. Saking dalamnya perasaan yang dimiliki setiap tokoh untuk memperjuangkan satu sama lain itulah yang bikin buku ini menjadi begitu emosional.

APakah aku akan melanjutkan?
Of course.

Sekarang ini kayaknya aku emang baca buku yang dari awal nggak bisa berhenti baca. Karena buku ini waktu baca nggak sadar tiba2 udah setengah buku dan rasanya nggak pingin berhenti baca jadi aku bilang buku ini bagus. Bukan berarti buku yang awalnya lambat nggak bagus ya, tapi mungkin aku butuh cerita2 yang sejak awal udah memunculkan emosi atau inti ceritanya. Bisa jadi setelah ini akan lebih banyak buku yang aku skip karena awalnya terlalu lambat... hmmm/.. okay, see you to the next review!

Comments

Popular posts from this blog

Menyelami Seni dalam Kejiwaan pada buku "Psikologi Seni"

The Magic Of You by Johanna Lindsey (Malory-Anderson Family #4)

Devil in Winter (Wallflowers #3)