Review Novel: Milea Suara dari Dilan




“Dilan memberi penggambaran lain dari sebuah penaklukan cinta & bagaimana indahnya cinta sederhana anak zaman dahulu.”

@refaniris

“Cuma satu yang kuinginkan, aku ingin cowok seperti Dilan.”
@_SLovaFC

“Dilan brengsek! Dia selalu tahu caranya menjadi pusat perhatian, bahkan ketika jadi buku, setiap serinya selalu ditunggu.”
@Tedy_Pensil

“Membaca Dilan itu seperti jatuh cinta lagi, lagi, dan lagi. Ah, indah, deh. Rasanya gak akan pernah bosan membacanya.”
@agungwyd

“Bukan cuma sekadar novel, tapi bisa menjadikan yang malas baca jadi mau baca.”
@cobra_iqq

“Kisah cintanya gak lebay. Dilan tahu bagaimana memperlakukan wanita. Novelnya keren, bahasanya gak bertele-tele.”
@AH_DILAN

“Terima kasih Dilan telah menginspirasiku lewat ceritamu bersama Milea. Terima kasih Surayah, novelmu seru.”
@EnciSrifiyani

“Dari Dilan kita belajar mengistimewakan wanita, romantis yang gak kuno, bahkan menjadi ayah & bunda yang hebat :)”
@ginaalna

“Kurasa Dilan satu-satunya novel yang aku harap ceritanya terus berlanjut, dan tidak ingin ada akhir.”
@TriaFitriaN41 



Milea: Suara Dari Dilan by Pidi Baiq

My rating: 5 of 5 stars

sebetulnya aku bimbang harus kasih berapa bintang untuk buku ini. Secara objektif, 5 tapi kalau subjektif mungkin nggak sampai 5 sih..

SPOILER ALERT!!! BERTEBARAN! MOHON BIJAK KALAU BELUM BACA JANGAN BACA INI


mau review egois nih..
aku bener bener bener bener berharap ada cerita dari Cika tentang Dilan. Kenapa? nggak ada kaitannya juga sih sama buku ini. Tapi rasanya Dilan buat beneran pacaran sebesar sama Milea itu rasanya agak.... mungkinkah? mungkinkah ia bisa melandaskan hatinya ke cewek lain?


Sekilas doang dibuku ini diceritain tentang Cika, tapi sekilas itu rasanya aku paham seberapa besar Dilan mencintai pacarnya yang sekarang (ada di buku). Aku paham juga kenapa meski ada perasaan untuk Milea waktu dia sempat ketemu dan bersapa, dia tetep gak bakalan balik. Bahwa yang tersisa untuk Milea, mungkin rasa bersalah karena perpisahan mereka sama sekali bukan sebuah penutupan yang baik. Sehingga perasaan gundah dan luapan romansa yang muncul saat ia berkomunikasi dengan Milea lagi seolah2 bikin kita bertanya2, apakah Dilan kalau dikasih kesempatan lagi bakal mau balikan sama Milea? Apakah mereka masih mungkin kini balikan?


Dilan sudah mengkonfirmasinya secara langsung di buku ini sih, meski apapun yang ia rasakan kembali dengan Lia hanyalah apa yang tersisa dari masa lalunya. Karena itu masa yang indah, sehingga ketika diungkit lagi, perasaannya akan kembali. Aku cukup kagum dengan ketegasan Dilan dalam mengungkapkan bahwa perasaannya kepada Lia bukanlah karena dia nggak bisa move on. Dan itu yang lagi lagi bikin aku penasaran dengan Cika, sehebat apa Cika sampai bisa bikin Dilan kemudian memikirkan cewek lain.

Maksudnya, kalau kupikir2, Cika ini hadir ketika kenangan akan Milea di Dilan masih sangat kental dan aku nyaris nggak percaya kalau ada cewek lain yang bisa bikin Dilan tergerak hingga ia kembali menyatakan rasa cintanya yang begitu besar kepada pacarnya yang setelah Milea. Apalagi sejak buku pertama, kita tahu bahwa Dilan bukan orang yang mudah pacaran secara serius. Aku ngga tau apakah Cika jadi istrinya sekarang. Aku harap iya. hahahaha #duhngarepajaterus

Soalnya aku mikir kok kayak bakal seru gitu ya kalau kita udah dibawa bersakit sakit dengan 3 buku Dilan Milea, kita diperlihatkan apa yang kemudian membuat Dilan mau kembali menjalin hubungan serius. Kayak, iya sih emang Dilan sama Milea itu berada pada umur yang penuh kemunafikan, gengsi, dan rasa malu sehingga mereka yang seharusnya bisa bersama selalu malah jadi salah paham, dan itu salah paham total. Tapi kupikir, rasa sungkan itu yang akhirnya membuat mereka menemukan pendamping yang lainnya, bagaimanapun juga hasil dari kemunafikan yang lama, jadi memang inilah hasilnya kalau sebuah pasangan tidak saling jujur.


Aku agak sulit justru memikirkan bahwa mungkin mereka bisa kembali. Toh, karena rasa tidak enak untuk bertanya itulah yang bikin mereka berpisah. Pertanyaannya kan, kalau mereka bisa balik, dalam situasi apa dong? mereka selalu berfikir negatif dengan menganggap ingin menghormati satu sama lain, dan inilah yang justru dan akan terjadi. Mungkin, mereka butuh jembatan untuk kembali ke hubungan semula, untuk belajar dari kesalahan, dan saling jujur. Tapi sayang, karena jembatan itu tak kunjung muncul, hingga mereka memutuskan tak lagi mau berjuang.


Hmm.. dan hubungan mereka ini cukup rumit. Cukup rumit untuk membuat sebuah kebijaksanaan untuk bisa memaklumi apa yang sudah terjadi. Mungkin kini mereka merasa lebih bijaksana, tetapi itu ketika hubungan mereka sudah menjadi masa lalu. Ada waktu, seperti setelah SMA, ketika mereka masih mungkin untuk kembali, dan mereka tidak melakukannya. Pilihan keduanya samasama untuk tidak saling mengganggu, dan karena tidak berani bertanya. Itu saja cukup, untuk menyatakan bahwa sifat keduanya mungkin tidak cukup kuat untuk mengembalikan hubungan ini..

Mereka mungkin adalah contoh kenapa kisah cinta SMA sering tidak berlanjut lama meskipun satu sama lain begitu kasmaran seolah tidak bisa hidup tanpa yang lain. Jika ada yang berlanjut lama dari SMA hingga menikah, mungkin karena sejak awal mereka bisa saling jujur satu sama lain. Mungkin, mereka saling belajar sejak awal untuk selalu bertanya langsung kepada yang bersangkutan. Itu, awalnya, awalnya itulah yang menentukan hasilnya. Bukan semata2 karena saat ini, setelah semua berakhir, mereka baru berfikir mungkin dulu ini tidak akan terjadi kalau bla bla bla bla. Mungkin mereka gak sadar, kalau apa yang terjadi kemudian adalah krn sejak awal tanpa disadari memang sudah begitu. Karena buta oleh cinta, mereka gak lihat apa yang kurang dari hubungan itu karena mereka belum pernah diterjang cobaan dan menghadapinya bersama. Karena selalu merasa bahagia, mereka gak tau apa yang akan mereka lakukan kalau hubungan mrreka ada di ujung tebing. Padahal yang betul adalah, seberapa besar mereka menghadapi masalah, apakah bisa? Karena darisitulah yang menentukan apa bisa berlanjut atau tidak..


Yah, itu mungkin sedikit komentarku tentang Dilan dan Milea di buku ini. Sedangkan dari segi bukunya sendiri....

Aku suka.

Aku suka karena justru disini tidak banyak adegan yang diulang, malah nyaris tidak ada. Dilan hanya menambahkan beberapa momen yang tidak ada di buku sebelumnya.

Biasanya spinoff memang menceritakan kembali, hanya beda sudut pandang. Aku suka karena sudut pandang Dilan tidak mengungkit momen yang sama.

Hal lain yang bikin aku tahu kenapa cerita mereka cukup layak dibukukan, karena cerita mereka dramatis. Walau pidi baiq mengaku cerita ini tanpa konflik, tapi untuk ukuran cerita yang mungkin sungguh terjadi di kehidupan nyata, kisah Dilan dan Milea ini termasuk yang dramatis, sedih, dan agak ngeri.

Ada banyak momen yang bikin perasaan jungkir balik, dan itu momen2 yang tidak mudah dihadapi untuk anak berusia 17 tahun, jika cerita ini memang sungguhan lho. Itu adalah masa yang sulit, dan memang semuanya serba terbawa emosi. Kalau cerita ini memang nyata, yang terjadi disini adalah yang wajar terjadi, dan mungkin memang beginilah yang terjadi siapapun yang mengalami. Justru karena jika sungguh dari kisah nyata itulah, kemungkinan untuk mendapatkan apa yang diinginkan malah sangat kecil.

Aku bisa memahaminya, pun masih sulit bagiku untuk membaca cerita yang begitu menyakitkan hati. Mungkin mereka akhirnya punya kehidupan masing2 yang bahagia, jadi ini bukan cerita sad ending. Tapi toh, karena yang diungkapkan adalah kisah Dilan dan Milea, bagiku tetap saja ini kisah sedih.

Kecuali, kalau kita dikasih satu cerita full lagi tentang mereka yang sungguh merasa bahwa mereka menemukan cerita baru yang tidak kalah indahnya...

Comments

Popular posts from this blog

Menyelami Seni dalam Kejiwaan pada buku "Psikologi Seni"

The Magic Of You by Johanna Lindsey (Malory-Anderson Family #4)

Devil in Winter (Wallflowers #3)