Review: Maybe Someday - Mungkin Suatu Hari (Colleen Hoover)

Maybe Someday - Mungkin Suatu Hari

My rating: 3 of 5 stars

Busettt... semoga ini terakhir kali Hoover bikin novel dengan tema semacam ini. Aku ga tau sanggup gak baca cerita yang kayak gini lebih banyak lagi, secara aku dasarnya nggak suka sama cerita2 dimana ada orang ketiga yg jadi penghambat Aku ngga masalah sama cerita heronya yg mencintai orang lain, tapi aku cuma sanggup menanggung kalo itu hanya 'masa lalu', bukan saat ini. Novel ini agak sulit untuk ditanggung, seriusan deh...

Reviewnya lengkap nyusul ya, karena meskipun ceritanya bikin nyesek tapi gak bikin nangis shg jadinya ga lega, novel ini msih punya sisi baik dalam hal penulisan dan penyampaian cerita ataupun emosi yg khas hoover...



---- Lanjutan ----

Oke, aku akan melanjutkan reviewku yang tertunda.

Jadi…. Yah, keluhanku terhadap novel ini ya itu sih. Ceritanya begitu menyesakkan, tapi aku berharap novel ini bikin aku nangis, karena setidaknya aku bisa menuangkan semua rasa frustasiku dalam bentuk air mata. Hanya saja cerita antara Sydney – Ridge – Maggie ini cuma bikin aku tahan nafas, gedeg, gemes, sebel, kesel, bingung, frustasi, dan itu semua ketahan tanpa bisa diungkapkan. Hal tersebut, sama sekali tidak membuatku lega.

Ketika membaca sebuah novel, aku selalu menjadi tokoh utama, dan itu adalah sesuatu yang tidak terhindarkan. Aku tidak akan pernah berhasil memposisikan diriku di karakter-karakter pendukung karena bukan mereka yang bercerita. Ketika novel ini mengangkat kisah ‘orang ketiga’ yang menjadi pemeran utama, tentu saja premisnya menjadi menarik, dan tentu saja itu merupakan pengalaman baru dimana kita lebih sering digiring untuk menjadi pihak-pihak yang menjadi prioritas dan protagonis. Karakter Sydney di novel ini sebenarnya protagonis, dari sudut pandang Sydney, karena ia yang membawa cerita dari awal hingga akhir. Maggie disini adalah antagonis, karena ia penghalang pergerakan cerita yang ingin dibawakan Sydney. Ridge? Hmm… antagonis. Karena ia juga menjadi penghalang bagi Sydney untuk menceritakan kisahnya. Jangan bicarakan logika, karena secara logika jelas Sydney adalah antagonis, karena ia merusak hubungan Ridge dan Maggie, hanya saja kembali lagi, novel ini ingin menghadirkan pengalaman baru, membuat kita merasakan bagaimana rasanya memandang sebuah hubungan dari pihak yang merusak hubungan orang lain.

Karakter Sydney disini nggak jahat. Kurasa Hoover nggak akan setega itu memberikan Sydney sifat-sifat jahat karena kalau begitu jadinya, ceritanya tidak akan berakhir seperti yang Hoover inginkan. Disini dijelaskan berkali-kali dari sudut pandang Sydney, bahwa ia mencoba sebisa dan sekuat tenaga untuk menyingkirkan perasaan sayangnya yang tumbuh kepada Ridge. Justru aku malah kasian sama Sydney dan jauh lebih kesal sama Ridge. Kenapa? Wooooiiii… Sydney nggak punya pilihan ketika dihadapkan pada perasaan patah hati dan terlantar, kemudian perasaannya disembuhkan oleh kehadiran Ridge. Sydney tidak tahu RIDGE PUNYA PACAR, awalnya. Sydney tidak suka dikhianati karena itu menjadi pantangan baginya untuk mengkhianati orang lain. Hanya saja situasinya tidak seperti yang Sydney inginkan. Ridge tidak pernah mengungkit tentang Maggie. Ridge terlalu, dan sangat terbuka pada Sydne. Ridge memberikan harapan-harapan yang Sydney pikir tidak lagi ia miliki. Jadi, kalau pada akhirnya Sydney sudah terlanjur jatuh cinta sama Ridge, siapa yang bisa melarang? Itu hatinya dia yang bergerak. Ketika Sydney mendadak tahu kalau Ridge punya pacar, dan ia bisa menganggap enteng perasaan Sydney yang penuh dilema….. errrghhh…. RIDGE YA AMPUN!! KAMU ENAK PUNYA PACAR!

Trus Ridge. Ridge disini digambarkan nggak jauh beda sama Miles di Ugly Love. Dia karakter, hero, yang paling punya dilema setinggi langit. Bedanya sama Ugly Love, kekurangan Ridge disini adalah karena ia tidak bisa mendengar. Hal tersebut memaksa aku, sebagai pembaca, untuk memaklumi tindakan-tindakannya. Ketika ia melakukan ini, aku tidak bisa melarang karena, iya, itu caranya dia. Ketika ia melakukan hal-hal lain, aku tidak bisa melarang, karena iya, itu hati dia, dan Ridge tidak bisa mengaturnya. Kemudian ia mulai menggambarkan hal-hal yang paling aku benci dalam sebuah cerita cinta.

- Ketika Ridge bersama Maggie, ia tidak ingat kepada Sydney. Ia begitu mencintai Maggie, ia begitu merindukan Maggie. Kemudian di akhir ia menambahkan, karena aku hampir melupakannya. Anjir! Njir!
- Trus ketika bersama Sydney. Ia tidak ingat Maggie, ia menikmati kebersamaannya bersama Sydney. Ia merasa pas bersama dengan Sydney. Lalu ia teringat Maggie, Maggie, Maggie.

Aku nggak tahu, apakah di dunia ini ada orang yang bisa merasa seperti itu. Dan aku menyadari. Ada. Banyak kejadian yang menceritakan orang-orang yang ingin melakukan poligami, dan laki-laki ini bisa membagi perasaannya dengan adil kepada istri-istrinya. Kemudian jumlah wanita yang lebih besar dari laki-laki, membuat laki-laki bisa menikah dengan lebih dari satu wanita, tentu saja, secara adil, karena wanita-wanita ini membutuhkan perlindungan.

Si Ridge ini ya, kalo niat, dan kalo kedua cewek ini mau, bisa aja dinikahin semua, trus keduanya tetap merasa adil karena perasaan Ridge terhadap keduanya sendiri memang adil. Ia memang merasa hatinya terparuh dua, secara adil. Aku agak menutup mata ketika akhirnya Ridge mengakui mana yang lebih penting baginya. Rasanya aku pingin banget percaya ketika Ridge merasa pada akhirnya berada disisi Sydney adalah hal yang paling benar. Okelah, di akhir aku bisa merasa demikian. Tapi menuju resolusi? Semuanya mengarah ke satu hal: Ridge membagi perasaannya sama besar kepada Maggie dan Sydney. Dan itu, jenis konflik, masalah seperti ini, AKU BENCI BANGET. Cerita-cerita macam ini terlalu dekat dengan realita, dimana aku tidak pernah suka dan malah benci banget sama hal-hal berbau perselingkuhan. Itu membuat sebuah perasaan rasanya kok ya gampang banget dibelokin.

Terus, aku nggak masalah, dan aku malah berharap Ridge emang akhirnya sama Sydney, bukan Maggie. Tapi…. Bukan begini caranya. Bukan dengan perasaan ia masih begitu ingin bersama Maggie. Aku terus-terusan menunggu Ridge memutuskan pilihannya, dan ketika aku melihat akhirnya ia memilih Maggie, aku nggak punya clue selain bahwa Ridge mencintai Maggie. Nggak ada tanda-tanda Ridge pernah bosan sama Maggie, nggak ada tanda-tanda Ridge pernah merasa terbebani oleh kehadiran Maggie, nggak ada tanda-tanda Ridge merasa bertanggung jawab sama Maggie, nggak ada tanda-tanda Maggie bikin kesel, Maggie selalu baik, periang, dan dia bahkan sedang sakit! Sehingga aku terus-terusan melihat bahwa disini posisi Sydney emang nggak bisa jadi lebih kuat dari Maggie dan itu bikin aku nyesek tapi lagi-lagi, nggak bisa nangis. Itu dijelaskan secara gamblang oleh Ridge, ia akan mencintai Maggie sampai mati (aku nggak tau apakah ini masih berlaku hingga nanti 10 tahun ia bersama Sydney, penjelasannya agak kabur), dan karena alasan-alasan itu pula ketika diharuskan memilih, Ridge akan jauh lebih memilih Maggie dan mengorbankan perasaannya pada Sydney. Dia bilang disitu dia emang jatuh cinta pada Sydney, tapi aku curiga, kalau akhirnya dia meneruskan hubungannya dengan Maggie, apakah dia akan merasa sebahagia ia dulu sebelum Sydney. Aku penasaran. Aku agak berharap ngelihat mereka pacaran dulu sampai Ridge sadar sendiri dengan siapa hatinya nggak bisa jauh. Karena dinovel ini yang diceritakan justru Maggie yang mengusir Ridge dari hidupnya dan Ridge nggak mau pisah sama Maggie. Hell! Aku kasian sih sama Ridge, tapi aku juga pingin tendang tu mukanya Ridge! Kesel deh.

Aku sedih banget sama Sydney, dia harus jatuh cinta sama Ridge yang nggak bisa memutuskan dengan gamblang dan cepat. Aku juga sedih sama Ridge, karena bisa-bisanya hatinya dia mencintai dua orang. Aku berharap nggak akan pernah baca buku kayak gini lagi. AKu nggak mau terperangkap di tiga perasaan yang sama-sama saling mencintai. Ini jauh dari visiku membaca novel romance. Harapanku ketika membaca novel-novel genre romance adalah imajinasi yang jauh dengan hal-hal yang sudah terjadi di dunia nyata. Ketika di dunia nyata banyak terjadi hubungan sesama jenis, aku membaca novel agar aku bisa berimajinasi bahwa ada dunia dimana hal tersebut tidak ada. Ketika di dunia nyata banyak terjadi perselingkuhan, aku membaca novel dengan harapan di dunia imajinasi ada kisah-kisah tentang cinta sejati.

Novel ini memang pada akhirnya menceritakan sebuah kisah cinta sejati pada akhirnya. Ridge berhasil tahu siapa yang paling dibutuhkan hatinya. Tapi sayang, kenapa itu harus dengan paksaan dari Maggie dulu? Kenapa dari 440 halaman bagian tersebut hanya diceritakan pada sekitar 50 halaman terakhir. Kenapa nggak dilihatin kisah tentang Ridge dan Sydney 10 atau 15 tahun kemudian, biar kita yakin kalau Ridge tidak akan jatuh cinta lagi. Sejujurnya, aku sampai sekarang bahkan masih bertanya-tanya, bagaimana kalau Ridge pacaran dengan Sydney dulu baru ketemu sama Maggie? Bakal kayak gimana tuh perasaannya?

Dan…. Kenapa keraguan Sydney cuma segitu doang?

Harusnya kamu ragu banget dong sama Ridge!! Harusnya situasinya digiring sehingga kami, para pembaca, bisa yakin bahwa memang Ridge memilih Sydney, bukan Maggie!!! Nggak cukup mereka pisah, nggak cukup dengan surat panjang dari Ridge, nggak cukup cuma kata-kata, bahkan nggak cukup cuma dari lirik lagu untuk Sydney!!!

*capek aku capek ini nulisnya*

Cerita novel ini cuma dapet satu bintang dariku. SATU!

Ceritanya nggak jelek. Hanya saja secara subjektif aku membenci cerita-cerita seperti ini. AMAT SANGAT! Kenapa nggak 0 aja untuk cerita?

Masalahnya, 0 untuk cerita adalah untuk cerita-cerita yang membosankan, tangga dramatiknya datar, biasa aja, nggak bikin ngerasa apa-apa. Setidaknya cerita di novel ini membuatku merasa. MERASA KESAL, MARAH, FRUSTASI.

Lalu, kenapa aku kasih 3?
YA. Yang 2 bintangnya lagi karena:
1. Colleen Hoover yang nulis. AKu yakin seburuk apapun ceritanya, CoHo akan tetap membuatku membaca hingga halaman terakhir buku. Itu jelas menunjukan kualitas dari Hoover sendiri. 1 Bintang.
2. Penuturan ceritanya bener-bener pas untuk cerita kayak gini. Memang amat sangat perlu dibuatkan dari dua sudut pandang, Ridge dan Sydney. Nggak bisa satu buku dari Sydney kemudian satu buku dari Ridge kayak Hopeless dan Losing Hope. Hoover sangat tahu bahwa jenis cerita seperti ini harus di tek tok antara Ridge dan Sydney. Karena kalo kita ngikutin pikiran Sydney terus, kita nggak akan tahu apakah Ridge merasakan perasaan yang sama dengan Sydney, menunggu buku terpisah akan terasa terlalu lama. Begitu pula ketika hanya dari sudut pandang Ridge, kita akan melihat Sydney sebagai sosok antagonis dan nggak akan bisa menyelami pikiran-pikirannya sendiri yang juga sama bertentangan dengan hatinya. Terlalu lama dan bosan kalau Sydney harus dibikin satu full buku dari sudut pandangnya. Kemudian bahasa dari CoHo selalu mudah dimengerti, selalu mudah diikuti, dan selalu berhasil bikin aku terlarut dalam emosinya meskipun dalam kasus buku ini itu bukanlah emosi yang kusukai. Kata-kata yang ia tuturkan dalam setiap bagian di buku ini membuatku berdebar-debar atau menahan nafas. Pemilihan katanya tepat, ditambah dengan lagu-lagu yang mendukung dari buku ini. 1 Bintang.

Yah, jadi total tiga, ya. Tiga bintang.


Comments

Popular posts from this blog

Menyelami Seni dalam Kejiwaan pada buku "Psikologi Seni"

The Magic Of You by Johanna Lindsey (Malory-Anderson Family #4)

Devil in Winter (Wallflowers #3)