Review: Fly to the Sky


Fly to the Sky

My rating: 4 of 5 stars



Ada puas nggak puasnya baca buku ini.
Puasnya adalah karena aku suka sama cara bercerita kedua penulisnya,Nina Ardianti bisa membuatku benar-benar masuk ke dalam karakter Edyta dan Moemoe Rizal berhasil membuatku memahami karakter Ardian sepenuhnya. Sukaaaaaa banget. Buat aku salah satu charm dari buku ini adalah karena kedua penulisnya bisa menjabarkan dan mendeskripsikan setiap tokohnya dengan cara yang berbeda. Edyta dengan emosi dan pikirannya sebagai seorang cewek, sedangkan Ardian dengan emosi dan pikirannya sebagai seorang cowok. Dan kedua tokoh ini entah kenapa memiliki keunikan masing-masing dari cara si penulis menjabarkan isi hati para tokohnya. Waaawww... aku suka banget deh cara penggunaan sudut pandang orang pertamanya. Mungkin karena karakter tokohnya sendiri cukup unik sehingga terasa sekali bahwa mereka berdua kalau di pasangkan alangkah cocoknya . Dan kedua tokoh ini bikin kita selalu menerka-nerka apa yang kira-kira mereka pikirkan, dan menariknya, itu terjawab!


Ketika aku sedang berada di sisi Edyta, aku mencoba menerka apakah Ardian ini adalah tipe cowok yang sama seperti yang ada dipikirannya? Apakah Ardian sungguh bisa peduli padanya dan tidak membencinya seperti Radit? Dan berharap setengah mati bahwa Ardian mungkin saja cowok yang sama seperti yang dipikirkan Edyta.

Tapiiii begitu memasuki karakter Ardian, baru ketauan deh Ardian itu tipe cowok yang gimana. Perfeksionis. Dan Edyta? Bukan tipenya sama sekali. Tapi setelah pengalamannya yaah.. akhirnya ia mengubah checklist cewek idamannya dan mengarah ke Edyta.

Kalo bilang suka, aku suka banget kok. Aku suka sama cara mereka merasakan satu sama lain. Menemukan ujung benang merah satu sama lain, padahal di satu sisi mereka nggak punya hubungan seeeeedikitpun. Tapi perasaan mereka itu sangat kuat meskipun saling mengetahui bahwa sifat kedunya sangatlah bertolak belakang.


Yang unik dari novel ini adalah karena cerita dan idenya itu sendiri.
Biasanya nih ya, novel itu, cara nemuin dua tokoh utamanya adalah dengan kebetulan-kebetulan yang berujung pada keseharian. Misalnya, ternyata si A ini siapanya si B, ternyata mereka ini satu tempat kerja, satu komunitas, atau pun apaaaa saja yang mungkin mengkaitkan keduanya bertemu sebagai takdir.

Lah ini? Setelah satu kali pertemuan yang cukup berkesan sebagai stranger, mereka dipisahkan. Dan itu paksa. Daaaan... parahnya mereka itu cuma punya bekal nama depan, mereka nggak tau sedikitpun satu sama lain, dan nggak ada kebetulan yang kayak di novel-novel lain. Kebetulan yang diharapkan hanya menjadi angan-angan tanpa terealisasikan seberapapun mereka berusaha. Bahkan bukan cuma berusaha, mereka berusaha sangaaaat keras untuk bisa keep in touch satu sama lain. Hingga akhirnya keduanya saling menyerah, dan mereka di pertemukan. Rasanya tuh kayak bisa bernafas dan aku bisa merasakan kebahagian kedua tokoh dalam buku ini.


Kelebihannya lagi, buku ini berhasil membawa kita mengikuti buku ini secara emosi. Cerita buku ini nggak terburu-buru, malah terkesan pas porsinya. Buku setebel ini cuma buat nyeritain suatu pertemuan itu pastilah harus bisa menang secara emosional. Untuk cerita yang cuma mengandalkan pertemuan pertama yang tidak saling mengenal untuk di jadikan 'cinta' itu hampir mustahil menurutku untuk bisa diceritakan. Tapi kedua penulis ini berhasil mengangkatnya menjadi cerita yang keren. Pertama, mereka menggunakan sudut pandang orang pertama. jelas, kita langsung ngikutin semua emosi dan pikiran para tokohnya kan? Dan Edyta sama Ardian punya cara masing-masing untuk mengutarakan pikiran dan perasaan mereka di buku ini. Kedua, si penulis berhasil membuat alasan-alasan kenapaaaa pertemuan pertama itu bisa menjadi kesan yang mendalam bagi keduanya untuk bisa mendorong tokohnya mencari satu sama lain. Kedua tokohnya dipertemukan dengan cara yang sangaaaaat unik dan rasa penasaran satu dengan yang lain entah kenapa bisa membuat keduanya terasa cocok. Kalo Edyta dengan kekagumannya dengan Ardian yang bisa menghilangkan segala masalahnya, sedangkan Ardian yang merasa Edyta unik dengan berbagai ekspresi dan kesialannya. yaaah... yang gini ini deh kelihatan Real.

Kurangnya yaaa... kurangnya itu jelaaaaassss kurang panjaaaang!! Astaga, setelah mereka bertemu lagi dengan sebegini manisnya, setelah perjuangan yang begitu mendebarkan, semua cerita berakhir disitu?? Uuuugggh... rasanya pingin banget tau kelanjutan keduanya. Mereka ini kan berpotensi banget untuk dilanjutkan kisah cintanya, mungkin satu atau dua buku lagi gitu? Aku pingin lihat lagi bagaimana Ardian akan berusaha untuk menutupi dan membersihkan segala masalah edyta beserta konflik-konflik keduanya yang bertentangan. Aku pingin lihat keduanya bertengkar karena sifat yang beda tapi habis itu baikan dan lebih mengerti satu sama lain. Duuh... pokoknya pingin pingin pingiiiiiiiin banget lihat hubungan keduanya lagi. Apa kek, sampe persiapan pernikahan atau apa.? Duh mereka ini kan tokoh2 yang bikin ketar-ketir.



Comments

Popular posts from this blog

Menyelami Seni dalam Kejiwaan pada buku "Psikologi Seni"

The Magic Of You by Johanna Lindsey (Malory-Anderson Family #4)

Scandal in Spring (The Wallflowers, Book 4)