Keindahan Islam pada Novel '99 Cahaya di Langit Eropa'

Judul: 99 Cahaya di Langit Eropa: Perjalanan Menapak Jejak Islam di Eropa 
Penulis:Hanum Salsabiela Rais, Rangga Almahendra
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Halaman: 424

“Aku mengucek-ucek mata.Lukisan Bunda Maria dan Bayi Yesus itu terlihat biasa saja. Jika sedikit lagi saja hidungku menyentuhppermukaan lukisan, alarm di Musium Louvre ini akan berdering-dering. Aku menyerah. Aku tidak bisa menemukan apa yang aneh pada lukisan itu.
“Percaya atau tidak, pinggiran hijab Bunda Maria itu bertahtakan kalimat Tauhid Laa Illaaha Illallah, Hanum”ungkap Marion akhirnya.

***

Apa yang Anda bayagkan jika mendengar”Eropa”? Eiffel? Colosseum?Sa Siro? Atau tembok berlin?
Bagi Saya, Eropa adalah sebuah misteri tentang sebuah peradaban yang sangat luhir, peradaban keyakinan saya, Islam.
Buku ini bercerita tentang perjalanan sebuah “pencarian”.Pencarian 9 9 cahaya kesempurnaan yang pernah dipancarkan Islam di benua ini.
Dalam perjalanan itu saya bertemu dengan orang-orang yang mengajari saya, apa itu Islam rahmatan lil alamin. Perjalanan yangmempertemukan saya dengan para pahlawan Islam pada masa lalu.Perjalanan yang merengkuh dan mendamaikan kalbu dan keberadaan diri saya.
Pada akhirnya, di buku ini Anda akan menemukan bahwa Eropa tak sekedar Eiffel atau Colosseum. Lebih… sungguh lebih daripada itu.


Sesuai sinopsis yang tertera pada bagian novel berjudul “99 Cahaya di Langit Eropa” ini, bahwa hampir keseluruhan isi buku ini menceritakan perjalanan si penulis, Hanum Salsabiela Rais di Eropa.Eropa yang pada saat ini dipenuhi dengan orang-orang penganut ateis dan sekularisme tentu menjadi tantangan yang berat bagi seorang Islam seperti Hanum Rais.Apalagi orang beragama sangat minoritas dan nyaris di injak-injak disana, sedangkan ketidakpercayaan pada Tuhan membuat mereka di agungkan.Keberadaan agama saat ini sudah hampir punah di Eropa digantikan oleh keberadaan sains yang buktinya pada saat ini menjadi hal paling hebat.Sains adalahsatu-satunya hal yang patut di percaya karena sesuai dengan akal dan logika manusia. Meskipun begitu, siapa yang menyangka bahwasanya Islam dan Eropa pernah  menjadi pasangan yang serasi. Islam pernah menjadi sumber cahaya terang ketika di Eropa diliputi abad kegelapan.Islam pernah menjadi peradaban paling maju di Eropa, ketika dakwahbisa bersatu dengan pengetahuan dan kedamaian, bukan terror atau kekerasan. Itulah mengapa Eropa memiliki banyak sekali tempat yang akan membuat kita tercengang ikut menyaksikan keindahan Islam yang bernah menjadi hal yang paling di agungkan di Eropa.

Dalam beberapa cerita di buku ini, dijabarkan pula bagaimana para seniman menjadikan Islam sebagai kesenian yang menjadi favorit orang-orang pada saat itu. Yang tidak di sangka adalah bahwa pada bab 23 di gambarkan secara gamblang oleh Hanum dimana pada hijab yang di pakai oleh Bunda maria ternyata terdapat tulisan Pseudo Kufic, tulisan yang menyerupai tulisan arab tetapi tidak mudah di baca (biasanya di buat oleh nonmuslim yang mencoba meniru inskripsi arab). Yang tidak di sangka adalah bahwa ternyata tulisan itu berlafal ‘Laa illaa ha Illallah’. Pada percakapan berikutnya antara Hanum dan Marion (kawan barunya yang mengajaknya berkeliling pada beberapa kesempatan) di ceritakan bahwa tulisan itu bukan semata-mata pelukisnya adalah seorang muslim, tapi lebih dari itu, ternyata pelukisnya adalah penggemar tulisan-tulisan arab yang kemudian ia terapkan pada keseniannya meskipun dia sendiri bukan muslim. Itu menjelaskan bahwa pada saat itu, ada sebuah masa dimana Islam memiliki pengaruh tinggi bahkan merasuk hingga keseniannya. Hal itu juga menjelaskan bahwa Islam menjadi panutan bahkan untuk orang-orang dengan agama lain sekaligus.
Membaca novel ini membuat saya merasa seolah berada pada satu langkah yang sama dengan Hanum selama perjalanannya menjelajah Eropa. Sejarah demi sejarah tentang Islam begitu menggema dalam buku ini. Bagaimana Islam dulu pernah berjaya di Eropa,  menjadi agama yang sangat di banggakan. Bagaimana Islam menjadi agama yang memiliki pengaruh dan nilai tinggi pada kehidupan di sekitar.Bagaimana kemudian keberadaan Islam mulai diasingkan.Bagaimana jihad menjadi sesuatu yang di illustrasikan melalui pedang.Bagaimana ‘agama’ di anggap sebagai ajang pembodohan bagi orang-orang sekitar.Bagaimana Islam mulai luntur dan orang-orang tidak percaya.Itu semua di jelaskan secara rapih dalam perjalanan Hanum di buku ini. Lebih dari itu, buku ini berhasil membawa saya merasakan indahnya alunan sejarah dengan cara yang menarik. Hanum membuatnya menyenangkan untuk dinikmati karena ia menceritakan sejarah-sejarah tersebut melalui perjalanan dan visual-visual yang membuat kita menginginkan sesuatu yang lebih, berkunjung ke Eropa. Membaca tulisan Hanum membuat saya merasa ingin mendatangi sendiri tempat-tempat di Eropa itu dan menyaksikan dengan mata kepala sendiri kejayaan Islam yang pernah membahana beberapa abad yang lalu. Hal yang membuat saya lebih tercengang lagi adalah ketika mengetahui bahwa beberapa tokoh sejarah di Eropa adalah seorang muslim.

Sebuah kenyataan yang cukup membuat saya tercengang dalam sejarah Islam di Eropa ada di beberapa bagian dalam buku ini:Mengenai seberapa besar pengaruh Islam pada saat itu.

“Pada era kegelapan Eropa, tidak ada yang pernah berpikir tentang ilmu pengetahuan. Mereka dipaksa untuk meyakini kebenaran agama mentah-mentah, tanpa kebebesan menggunakan akal mereka.Averroes sangat paham bahwa salah satu kewajiban manusia hidup di dunia ini adalah untuk berpikir. Sehingga jika hal ini dikekang, diberangus, berubahlah dia menjadi bom waktu yang mematikan Itulah mengapa Averroes disebut sebagai Bapak Renaissance orang eropa”

Aku terpana meihat Averroes.Sergio benar, yang ditekuni sebagian besar bangsa Eropa kini adalah kebenaran yang kedua saja, sains.Sains dipuja-pija karena era agama terlalu lama bertahta dalam kehidupan manusia.Bom waktu itu kini benar-benar terjadi. Sains dan agama di Eropa telah berkembang secara sepihak dalam zaman dan ruang yang berbeda, padahal seharusnya mereka berdua tinggal dalam waktu dan ruang yang sama. Jika dulu doktrin agama dipaksa memberangus pengetahuan, kini seolah giliran pengetahuanlah yang berkesempatan memberangus agama. Keduanya bagaikan kutub yang tak pernah akur di Eropa ini.

Sains dan agama.Dua sisi yang tak bisa dipisahkan begitu saja.Lagi-lagi aku teringat pada tulisan-tulisan puisi Kufic di Louvre Paris. Betapa pada awalnya sains sangat menyakitkan, bahkan untuk para pemuka agama di Eropa saat itu, tatkala mereka harus menemukan kenyataan bumi bukanlah pusat sega-segalanya. Naun setelah itu, sains begitu memaniskan hidup kita sekarang ini, bahkan manisnya mengalahkan madu.
(bab 41 hal 279-280)

“Sebenarnya peradaban Eropa saat ini berkembang 5 abad terakhir saja. Jauh sebelumnya , benua Eropa berada dalam masa kegelapan dan keterbelakangan selama 10 abad lebih. Dan pada saat itu, Isla adalah peradaban yang paling benderang di muka bumi ini,” Marion bercerita sambil mengajakku berjalan pelan-pelan ke luar ruang.(hal. 151 paragraf-2)

Ilmuwan Islamlah yang mengenalkan dasar-dasar Algortme, Aljabar, dan Trigonometri. Tanpa cabang ilmu-ilmu hitung tersebut, manusia bernama Neil Alden Armstrong takkan pernah bisa menginjakkan kakinya ke bulan (hal. 152 paragraf-2)

Aku membayangkan betapa canggihnya orag-orang Islam dahulu menyebarkan pengaruh. Kurang dari dua ratus f\tahun setelah Rasulullah wafat, Islam adalah peradaban paling luas – dari Eropa paling barat hingga India paling timur(hal. 157 paragraf -5)

Kelebihan:
Saya menyukai cara penulis menceritakan perjalanannya yang membuat pembacanya seolah membaca buku petualangan bukan sekedar novel. Pengutaraan cerita pada buku ini dirangkai dengan sangat baik dengan detail visual yang membuat kita berhasil membayangkan seberapa indah tempat yang coba di jabarkan oleh penulisnya. Hampir seluruh cerita buku ini yang engungkapkan sejarah Islam di Eropa sangat menarik sampai-sampai membuat saya sendiri agak tidak percaya dengan fakta-fakta yang coba dijelaskan.

Kekurangan:
Untuk hitungan sebuah novel, menurut saya novel ini masih kurang dalam konfliknya.Beberapa konflik masih di ceritakan terlalu datar sehingga mood pembaca terkadang turun karena merasa agak bosan.Cerita yang disajikan sebenarnya sangat menarik, tapi sayangnya novel ini juga tidak memiliki klimaks yang membuat kita merasa sangat sedih atau sangat senang.Memang, novel ini bercerita mengenai sebuah petualangan yang menarik.Untuk sekedar petualangan, jujur saja perjalanan itu memang sangat menarik.Visual yang coba dihadirkan oleh Hanum pada buku inilah yang membuat saya masih bertahan membacanya sampai akhir karena rasa penasaran.Tapi secara segi permainan alur, saya merasa masih kurang.

Manfaat:
Banyak hal yang bisa di petik dari novel ini. Meskipun secara fisik hanya merupakan sebuah cerita perjalanan, tapi buku ini memberikan makna yang lebih dalam.Tentang bagaimana Islam menjadi agama yang perlu terus kita sebarkan kebaikannya, kita taburkan benih kedamaiannya, dan menjadikan Islam sebagai agama yang bisa disandingkan dengan pengetahuan. Buku ini mengajarkan bahwa dalam suasana yang minoritas sekalipun, Islam harus tetap terus dijunjung tinggi.Meskipun tentu saja, kita tidak bisa memaksakannya,tapi setidaknya kita bias menghadapi segala mayoritas yang bertentangan dengan keyakinan kita secara lebih bijaksana. Selain itu, ada keyakinan yang lebih dalam sehabis membaca novel ini. Bahwa setelah mendapat penjelasan tentang bagaimana berkobarnya Islam beberapa abad yang lalu,masih ada harapan bahwa Islam bias menjadi agama yang sama jayanya seperti dahulu.

Comments

Popular posts from this blog

Menyelami Seni dalam Kejiwaan pada buku "Psikologi Seni"

The Magic Of You by Johanna Lindsey (Malory-Anderson Family #4)

Devil in Winter (Wallflowers #3)