Review: Divine Rivals

Divine Rivals Divine Rivals by Rebecca Ross
My rating: 5 of 5 stars

Satu kata dan perasaan utama yang paling menggambarkan novel ini bagi aku pribadi adalah: Indah.

Bagiku, novel ini secara keseluruhan ditulis dengan indah. Mulai dari alurnya, nuansanya, kisah mitologinya, kemudian keajaiban dari mesin tik itu sendiri, dan yang paling penting adalah karakter yang benar-benar ditulis secara mendalam dan dikupas perlahan tapi pasti di novel ini.

Rasanya, setelah aku membaca novel ini, keinginan aku akan sebuah cerita yang menggabungkan unsur fantasi dan romantis itu benar-benar terpuaskan melalui novel ini. Ini udah sangat memenuhi kebutuhan aku terhadap satu buah cerita. Singkatnya, novel ini 100% my cup of tea.

Karakter Iris dan Roman sangat membekas buatku. Mereka memiliki kehidupan yang berbeda di luar kantor. Di tempat kerja, mereka memang digambarkan sebagai saingan, tetapi di luar itu, mereka menjalani kehidupan masing-masing yang sangat bertolak belakang. Hal ini membuat mereka sebenarnya tidak terlalu mengenal satu sama lain, meskipun chemistry di antara mereka tetap terasa.

Iris memiliki kehidupan yang menurutku sangat prihatin. Dia harus menghadapi begitu banyak penderitaan, dan rasanya benar-benar kasihan melihat apa yang dia alami. Sementara itu, Roman, meskipun berasal dari status sosial yang tinggi, juga memiliki kehidupan yang tidak kalah kompleks. Dia terjebak dalam ekspektasi keluarganya, terutama keinginan ayahnya, yang sering kali bertentangan dengan keinginannya sendiri. Ditambah lagi, ada kisah yg cukup menghancurkam dalam hidup Roman yang semakin memperdalam karakternya dan membuatnya lebih berlapis.

Dengan hubungan mereka yang awalnya musuh bebuyutan di tempat kerja, ditambah dengan kehidupan mereka yang bertolak belakang, rasanya seolah mereka tidak punya alasan untuk terhubung lebih dari itu. Karena itu, keberadaan mesin tik ajaib yang akhirnya menghubungkan Iris dengan Roman, seperti kepastian bahwa takdir akan terikat dan menemukan jalannya untuk terhubung, serta membuat segalanya terasa benar untuk hubungan mereka. Dengan adanya mesin tik ini, hubungan mereka terasa lebih benar dan natural, seolah kita akhirnya bisa melihat seperti apa mereka saat tidak saling bermusuhan. Rasanya seperti melihat kepribadian lain berhubung versi mereka tanpa mesin tik masih dinaungi gengsi yang begitu saja. Tapi sekalinya gengsi itu diturunkan, maka akan terlihat jelas semudah apa bagi mereka untuk jatuh cinta. Dan semakin membaca buku ini, semakin terlihat perkembangan hubungan serta karakter mereka, sesuai dengan yang kita harapkan. Bahkan, perkembangannya tidak hanya sesuai, tetapi juga melebihi ekspektasi aku—dan aku sangat menyukainya.

Selain banyaknya momen yang semakin memperkuat hubungan Roman dan Iris, endingnya tentu saja bikin aku ngerasa langsung harus baca novel keduanya. Karena nggak mungkin aku berhenti di novel pertama atau kita bakal stress gitu ya, jadi pasti aku harus lanjut ke novel berikutnya.

Dan banyak pesan yang aku dapet ketika selesai membaca novel ini, termasuk plot twist-nya yang terjadi berkali-kali menjelang akhir cerita, dan mengejutkan dan devastating. Aku sangat sedih dan merasa kehilangan, tapi juga terharu karena apa yang menjadi tujuan Iris di awal cerita itu terkabul, cukup mixed feeling di akhir.

Roman ini benar-benar karakter green flag, ijo neon, parah banget. Di sini, kita melihat sosok laki-laki yang rela meninggalkan segalanya demi wanita yang dia cintai. Meskipun mereka tidak pernah secara langsung mengucapkan kata cinta, dari cara Roman memikirkan Iris—begitu juga sebaliknya—kita bisa merasakan betapa dalam koneksi dan perasaan mereka.

Salah satu hal yang paling menonjol dari Roman adalah bagaimana act of service-nya benar-benar terasa. Dia mungkin pendiam dan lebih pandai mengungkapkan perasaannya melalui surat daripada secara lisan, tapi semua yang dia lakukan untuk Iris sudah cukup membuktikan seberapa dalam perasaannya. Bahkan ketika hubungan mereka masih serapuh itu, Roman tetap berani mengambil keputusan besar untuk mengejar Iris karena dia tidak bisa membiarkan Iris jauh dari jangkauannya, apalagi saat Iris sedang mencari keberadaan kakaknya. Bagaimana mereka saling bergantung satu sama lain benar-benar menghangatkan hatiku.

Dengan kacaunya kehidupan Iris, mungkin kita juga bertanya-tanya, apakah perasaannya mampu membalas perasaan Roman yang begitu besar? Dan ya, kamu akan menemukan bahwa Iris tidak kalah dalam perasaannya, begitu juga dengan usaha yang dia lakukan untuk Roman.

Buat aku, kenapa hubungan mereka terasa begitu dalam? Karena perasaan mereka benar-benar setara—sama-sama besar, sama-sama tulus, dan sama-sama rela berkorban. Mereka saling mencintai dengan cara yang kuat dan seimbang.

Latar belakang dalam novel ini memiliki nuansa tahun 1800-an yang cukup terasa. Isu-isu sosial yang diangkat juga terasa relevan dengan zaman tersebut. Namun, yang membedakan adalah konsep perangnya, karena di sini perang yang terjadi bukan sekadar perang sipil, melainkan perang antara dewa dan dewi. Selain itu, kehidupan dalam novel ini juga erat kaitannya dengan sihir, yang membuat suasananya semakin unik dan menarik.

Penggambaran dunia dalam novel ini sangat menyeluruh. Aku benar-benar bisa merasakan seolah-olah berada di tempat tersebut, hidup dalam lingkungan yang digambarkan, tetapi dengan sentuhan magis yang membuat segalanya lebih istimewa.

Hal ini menjadi semakin berkesan ketika perang mulai terjadi. Saat memasuki momen-momen peperangan, aku bisa merasakan ketegangan dan atmosfer yang dibangun di dalam novel ini dengan begitu kuat. Setiap situasi yang digambarkan terasa begitu nyata, dan menurutku, itu adalah salah satu aspek terbaik dari novel ini.


Gaya penulisan dan cara penyampaian cerita dari penulisnya, buat aku sendiri, adalah bagian yang sangat aku apresiasi dari novel ini. Penulisan itulah yang membuat setiap bagian terasa mempesona, spesial, dan penuh emosi. Aku rasa, kalau dituliskan dengan cara berbeda, dampaknya pun kemungkinan besar akan berbeda. Tapi dalam novel ini, bahkan versi terjemahannya pun tetap mengalun dengan indah, membuatku sulit untuk beralih.

Aku rasa, karena novel ini sangat berkesan buatku, mungkin ini akan menjadi salah satu top tier bacaanku di tahun 2025. Masuk list re-read aku sih, walaupun entah suatu hari nanti, karena aku benar-benar menyukai keseluruhan ceritanya.

Novel ini cocok untuk kalian yang menyukai cerita fantasi ringan dengan tema seperti pencarian jati diri, pengorbanan, dan bagaimana takdir selalu menemukan jalannya. Terutama bagi pembaca dewasa muda yang mencari kisah dengan nuansa fantasi yang tidak terlalu berat, tetapi tetap memiliki kedalaman emosional.

View all my reviews

Komentar

Postingan populer dari blog ini

The Magic Of You by Johanna Lindsey (Malory-Anderson Family #4)

Review: Critical Eleven - Ika Natassa

Menyelami Seni dalam Kejiwaan pada buku "Psikologi Seni"